Wastu Kencana dikenal sebagai raja
yang adil dan minandita. Didalam Cerita Parahyangan Ia sangat
dipuji-puji melebihi dari raja manapun, dan ia putra dari Prabu Wangi
yang gugur didalam peristiwa bubat. Didalam Naskah Parahyangan di
uraikan sebagai berikut :
"Aya deui putra Prebu,
kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu tilem di
Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun,
lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah. Sanajan umurna
ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu
eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di
Gegeromas. Batara Guru di Jampang."
Ketika terjadi peristiwa Bubat yang
menewaskan Prabu Linggabuana (1357 M) Wastu Kencana baru berusia 9 tahun
dan untuk mengisi kekosongan pemerintah Pajajaran di isi oleh pamannya,
yakni Sang Bunisora yang bergelar Prabu Batara Guru Pangdiparamarta
Jayadewabrata atau sering juga disebut Batara Guru di Jampang atau Kuda
Lalean.
Wastu Kencana dibawah asuhan pamannya
tekun mendalami agama (Bunisora dikenal juga sebagai satmata, pemilik
tingkat batin kelima dalam pendalaman agama). Iapun dididik
ketatanegaraan. Kemudian naik tahta pada usia 23 tahun menggantikan
Bunisora dengan gelar Mahaprabu Niskala Wastu Kencana atau Praburesi
Buanatunggaldewata. Dalam naskah selanjutnya disebut juga Prabu
Linggawastu putra Prabu Linggahiyang.
Menurut sumber sejarah Jawa Barat,
Wastu Kencana memerintah selama 103 tahun lebih 6 bulan dan 15 hari.
Dalam Carita Parahyangan disebutkan: "Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah."
Ketika jaman kekuasaanya Wastu Kencana menyaksikan dan mengalami beberapa peristiwa:
1.
Menyaksikan Kerajaan Majapahit dilanda perang paregreg / perebutan
tahta (1453 – 1456), selama peristiwa tersebut Majapahit tidak mempunyai
raja, namun Wastu Kencana tak terpikat untuk membalas dendam peristiwa
Bubat, karena ia lebih memilih pemerintahannya yang tentram dan damai.
Ia pun rajin beribadat.
2. Kedatangan Laksamana Cheng H0 dan Ulama Islam yang kemudian mendirikan Pesantren di Karawang.
Tanda keberadaan Wastu Kencana
terdapat pada dua buah prasasti batu di Astana Gede. Prasati yang kedua
dikenal dengan sebuat Wangsit (wasiat) Prabu Raja Wastu kepada para
penerusnya tentang Tuntutan untuk membiasakan diri berbuat kebajikan
(pakena gawe rahayu) dan membiasakan diri berbuat kesejahteraan yang
sejati (pakena kereta bener) yang merupakan sumber kejayaan dan
kesentausaan negara.
Tulisan ini saya copas dari Sejarah
jawa Barat - Cuplikan Wasiat Wastu Kencana dari naskah Sanghyang
siksakanda (Koropak 630), sbb:
"teguhkeun, pageuhkeun sahinga ning tuhu, pepet byakta warta manah, mana kreta na bwana, mana hayu ikang jagat kena twah ning janma kapahayu."Terjemah Indonesia:
"kitu keh, sang pandita pageuh kapanditaanna, kreta..
sang wiku pageuh di kawikuanna, kreta..
sang ameng pageuh di kaamenganna, kreta..
sang wasi pageuh dikawalkaanna, kreta..
sang wong tani pageuh di katanianna, kreta..
sang euwah pageuh di kaeuwahanna, kreta..
sang gusti pageuh di kagustianna, kreta..
sang mantri pageuh di kamantrianna, kreta..
sang masang pageuh di kamasanganna, kreta..
sang tarahan pageuh di katarahanna, kreta..
sang disi pageuh di kadisianna, kreta..
sang rama pageuh di karamaanna, kreta..
sang prebu pageuh di kaprebuanna, kreta.."
"ngun sang pandita kalawan sang dewarata pageuh ngretakeun ing bwana, nya mana kreta lor kidul wetan sakasangga dening pretiwi sakakurung dening akasa, pahi manghurip ikang sarwo janma kabeh."
"Teguhan, kukuhkan
batas-batas kebenaran, penuhi kenyataan niat baik dalam jiwa, maka akan
sejahteralah dunia, maka akan sentosalah jagat ini sebab perbuatan
manusia yang penuh kebajikan. demikianlah hendaknya. Bila pendeta teguh
dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. Bila wiku teguh dalam
tugasnya sebagai wiku, akan sejakhtera. Bila manguyu teguh dalam
tugasnya sebagai akhli gamelan, akan sejakhtera. Bila paliken teguh
dalam tugasnya sebagai akhli seni rupa, akan sejahtera. Bila ameng teguh
dalam tugasnya sebagai pelayan biara, akan sejakhtera. Bila pendeta
teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. Bila wasi teguh
dalam tugasnya sebagai santi, akan sejakhtera. Bila ebon teguh dalam
tugasnya sebagai biarawati, akan sejakhtera. Bila pendeta teguh dalam
tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. demikian pula bila walka
teguh dalam tugasnya sebagai pertapa yang berpakaian kulit kayu, akan
sejahtera. Bila petani teguh dalam tugasnya sebagai petani, akan
sejakhtera. Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan
sejakhtera. Bila euwah teguh dalam tugasnya sebagai penunggu ladang,
akan sejahtera. Bila gusti teguh dalam tugasnya sebagai pemilik tanah,
akan sejahtera. Bila menteri teguh dalam tugasnya sebagai menteri, akan
sejahtera. Bila masang teguh dalam tugasnya sebagai pemasang jerat, akan
sejaktera. Bila bujangga teguh dalam tugasnya sebagai ahli pustaka,
akan sejahtera. Bila tarahan teguh dalam tugasnya sebagai penambang
penyebrangan, akan sejahtera. Bila disi teguh dalam tugasnya sebagai
ahli obat dan tukang peramal, akan sejahtera. Bila rama teguh dalam
tugasnya sebagai pengasuh rakyat, akan sejakhtera. Bila raja (prabu)
teguh dalam tugasnya sebagai raja, akan sejakhtera."
"Demikian seharusnya pendeta dan
raja harus teguh membina kesejahteraan didunia, maka akan sejahteralah
di utara barat dan timur, diseluruh hamparan bumi dan seluruh naungan
langit, sempurnalah kehidupan seluruh umat manusia"
Wasiat ini mengandung pula konsep
tentang bagaimana manusia harus focus dan professional dibidang
keahliannya. Lebih maju dari praktek kenegaraan sekarang. Saat ini
banyak bukan negarawan mengurusi masalah Negara. Para ahli agama banyak
yang terjun jadi politikus, banyak politikus jadi pedagang, banyak kaum
pedagang jadi penentu kebijakan Negara. Semuanya menyebabkan kerancuan
dan menjauhkan bangsa dari kesentosaan.
Konsep dan tipe kondisi yang
diharapkan pernah dikemukakan BK dalam bentuk partai tunggal, yang
mengharapkan bukan pada banyaknya partai yang ada tapi menghimpunan
seluruh kepentingan profesi, seperti keompok tani, buruh, cendekiawan,
agama dll. Banyaknya partai hanya menyiptakan satu golongan yang kuat,
yakni politikus. Ia sangat tidak inheren dengan kelompok lainnya diluar
politikus, seperti kaum tani dan buruh. Para politikus lebih
berorienasti pada bagaimana mempertahankan kekuasaannya, adakalanya
mengenyampingkan amanah mengapa ia harus ada. Namun memang bentuk partai
tunggal dari kacamata demokrasi barat dianggap sangat bertentangan
dengan kebebasan individu warga dan dianggap anti demokrasi. Ditambah
waktu itu, BK tidak mau tunduk pada kuasanya asing.
Demokrasi yang “western
oriented” mengandalkan pada dasar persamaan hak individu, namun bisa
berjalan sukses jika ada kesetaraan dalam mentatai aturan, sebagai cara
untuk membatasi terganggunya hak seseorang dari orang yang lainnya.
Disamping itu perlu ada penghormatan terhadap hak-hak lain. Disini tidak
perlu ada dominasi dari satu individu atau kelompok terhadap individu
atau kelompok lainnya. Masalahnya, kebebasan individu memberikan
legitimasi terjadinya "free ficht competition", mensyahkan jika yang
kuat akan semakin kuat dan lemah menjadi tertindas. Karena negara tidak
boleh turut campur, termasuk memberikan proteksi, sekalipun kepada yang
lemah.
Wujud dari cita-cita demikian
pernah ada pada konsep lanjutan sebagaimana pada cita-cita awal dan
dasar didirikannya Golongan Karya, yang menginginkan seluruh warga
bangsa dapat menghimpun kekuatan didalam wujud profesinya. Namun godaan
untuk bermain politik praktis dan kekuasaan, serta adanya pengaruh asing
yang sangat eksis dalam menentukan kebijakan politik dan ekonomi
ternyata menjadi penghancur yang sangat dahsyat didalam perkumbuhan
social bangsa, bahkan menjadikan Indonesia mandiri didalam ekonomi,
tidak berdaulat didalam berpolitik dan tidak memiliki kepribadian
didalam budaya.
Mungkin kita perlu renungkan kembali tentang nilai-nilai luhur, melalui Wasiat dari Galunggung, leluhur raja-raja Galuh :
Hana nguni hana mangke..
Tan hana nguni tan hana mangke..
Aya ma baheula hanteu teu ayeuna..
Henteu ma baheula henteu teu ayeuna..
Hana tunggak hana watang..
Hana ma tunggulna aya tu catangna..
"ada dahulu ada sekarang,
karena ada masa silam maka ada masa kini. Bila tidak ada masa silam maka
tiada masa kini. Ada tonggak tentu ada batang. Bila tak ada tonggak
tentu tidak ada batang. Bila ada tunggulnya tentu ada dahan atau
batangnya."
Saya pikir pesan itu sangat
jelas, bahwa masa kini merupakan akumulasi dari masa lalu, tidak akan
ada masa kini kalau tidak ada masa lalu. Dengan demikian jika dikatikan
dengan masalah perkumbuhan bangsa dapat ditarik benang merahnya, bahwa
sejarah suatu bangsa tidak akan selalu sama dengan bangsa lainnya. Dan
dari kesejarahannya masing-masing dapat ditarik dan dijadikan cermin
tentang nilai-nilai mana yang cocok dan sangat tepat.
Marilah kita bertindak profesional dan menyerahkan suatu persoalan kepada ahlinya masing-masing. Masalah agama bertanyalah kepada ahli agama, masalah perniagaan bertanyalah kepada ahli niaga, masalah kenegaraan bertanyaan kepada negarawan. Jangan ahli agama turut campur memaksakan kehendaknya untuk mengurus Negara, tukang dagang ikut-ikutan ngurusin Negara, karena semua itu bukan bidangnya.
Demikian
seharusnya ahli agama dan raja harus teguh membina kesejahteraan
didunia, maka akan sejahteralah di utara barat dan timur, diseluruh
hamparan bumi dan seluruh naungan langit, sempurnalah kehidupan seluruh
umat manusia.
Sumber : http://sunda.andyonline.net